PUPA Sosialisasi Sinergi Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan TPPO
Bengkulu - Direktur Yayasan PUPA, Susi Handayani, menegaskan pentingnya sinergi berbagai pihak dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Dalam sosialisasi yang diadakan Selasa (15/10/2024), Susi menyebut bahwa ada lima faktor utama yang menjadi akar dari masalah TPPO, dengan rendahnya lapangan pekerjaan sebagai faktor pertama.
"Kita bicara pada upaya mengatasi akar masalah TPPO. Setidaknya ada lima faktor yang memengaruhi tingginya kasus TPPO. Pertama adalah rendahnya lapangan pekerjaan," ujar Susi.
Selain itu, Susi menjelaskan, ketimpangan peran gender antara perempuan dan laki-laki, minimnya akses pendidikan, stigmasisasi dan norma sosial, serta penegakan hukum yang lemah juga menjadi faktor pendorong terjadinya TPPO.
"Dari faktor-faktor ini, pencegahan bisa dilakukan. Misalnya, terkait dengan akses pendidikan, kita mulai dengan memberikan informasi kepada masyarakat tentang apa yang dimaksud dengan TPPO, indikasi serta unsur-unsur TPPO," jelas Susi.
Lebih lanjut, Susi menekankan pentingnya sosialisasi mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan jika seseorang mengalami TPPO, termasuk di mana harus melapor dan bagaimana proses pelaporannya. Menurutnya, banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami hal ini.
Terkait dengan ketimpangan gender, Susi menyoroti bahwa meskipun di tingkat sekolah dasar akses pendidikan untuk laki-laki dan perempuan relatif sama, namun di perguruan tinggi atau sekolah menengah atas, akses pendidikan bagi perempuan lebih sedikit dibandingkan laki-laki.
"Selain itu, ada norma sosial yang membentuk stigma bahwa anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi dan bisa langsung menikah. Stigma ini berisiko mempertinggi angka perdagangan orang, terutama ketika perempuan memutuskan untuk bermigrasi demi keluar dari kemiskinan," tambahnya.
Susi menekankan bahwa upaya pencegahan TPPO membutuhkan sinergi dari berbagai pihak. Ia juga menyerukan perlunya memperkuat penegakan hukum, menurunkan stigma sosial, dan memperluas akses pendidikan sebagai langkah konkret memberantas akar masalah TPPO.
Asisten I Pemprov Bengkulu, Khairil Anwar, yang turut hadir dalam acara tersebut, mengingatkan bahwa pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO sebagai landasan hukum. Pemerintah daerah juga menyediakan berbagai layanan, seperti Woman Crisis Center, serta mengembangkan aplikasi SIMPONI, sistem pelaporan terpadu yang memantau data kekerasan terhadap perempuan secara nasional.
"Korban TPPO sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Mereka sering mengalami dampak serius seperti gangguan kesehatan, trauma mental, dan psikis. Karena itu, kolaborasi antara pemerintah dan organisasi masyarakat sangat penting untuk mengatasi masalah ini," jelas Khairil.
Khairil menambahkan bahwa penanganan kekerasan terhadap perempuan dan TPPO bukan hanya menjadi tanggung jawab aparat hukum, tetapi juga seluruh elemen masyarakat, termasuk organisasi perempuan dan lembaga keagamaan.